Monday, August 11, 2008

Catatan Singkat: Praktek Korporatokrasi Di Indonesia

Korporatokrasi menurut Prof. DR. H. Amien Rais adalah sebuah sistem kekuasaan yang di kontrol oleh Korporasi besar, bank internasional dan pemerintahan. Korporatokrasi menggambarkan bagaimana sebuah pemerintah dikendalikan oleh kekuasaan korporasi (perusahaan) besar dengan bantuan lembaga donor internasional. Korporasi besar tersebut dengan mudah mendikte dan mengarahkan suatu bangsa demi meraup keuntungan yang berlimpah. PraktIk korporatokrasi ini mulai dikenal luas oleh dunia melalui seorang penulis warga negara Amerika Serikat, John Perkins, yang merupakan salah satu anggota dari sebuah kelompok yang menjalankan praktek korporatokrasi. Melalui bukunya, Confession of An Economic Hit Man (2004), John Perkins mengungkap praktek korporatokrasi yang dijalankan oleh Amerika Serikat.

Sebagai gambaran singkat mengenai praktik korporatokrasi yang diungkapkan oleh John Perkins, secara teknis korporatokrasi dijalankan oleh sebuah jaringan yang khusus dibentuk oleh perusahaan besar dan pemerintahan, yang bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cara memeras habis negara-negara miskin ataupun berkembang yang mudah dikelabui. Seperti kelompok mafia, jaringan ini menghalalkan segala cara, termasuk membunuh, untuk mencapai tujuan politik dan ekonominya. Perkins menyebut dirinya sebagai bandit ekonomi (economic hit man). Tugas pertamanya adalah membuat laporan-laporan keuangan fiktif untuk kemudian dilaporkan kepada IMF dan World Bank, agar bersedia mengucurkan utang luar negeri kepada negara-negara dunia ketiga. Selanjutnya, ia ditugasi untuk membangkrutkan negara penerima utang, yang kemudian akan mudah dikendalikan oleh Amerika Serikat apabila sudah mempunyai utang luar negeri dalam jumlah besar. Negara pengutang akan lebih mudah dipaksa untuk misalnya, memberikan voting pro-Amerika Serikat di dalam sidang PBB, mendirikan pangkalan militer Amerika Serikat di wilayah negara pengutang, atau bahkan dipaksa untuk menjual ladang minyak atau kekayaan alam lainnya.

Indonesia merupakan salah satu korban dari praktik korporatokrasi yang dijalankan oleh Amerika Serikat. Selama kurang lebih tiga bulan, pada tahun 1971, John Perkins berada di Indonesia untuk mengamati perkembangan ekonomi dan menyiapkan data-data fiktif mengenai pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita Indonesia untuk kemudian dilaporkan kepada IMF atau World Bank. Bahkan Presiden Amerika Serikat pada saat itu, Richard Nixon, menyebutkan bahwa Indonesia merupakan lahan real estate terbesar di dunia yang tidak boleh sampai jatuh ke tangan Uni Sovyet atau Cina. Dengan cara memperkaya pejabat-pejabat Pemerintahan Indonesia pada saat itu agar loyal kepada Amerika Serikat, praktek korporatokrasi telah berhasil menyusup masuk ke dalam Indonesia. Praktek korporatokrasi membuka kesempatan besar untuk praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia, sehingga tidak heran apabila pemerintah Indonesia pada saat itu menyambut hangat masuk nya perusahaan-perusahaan multi nasional ke Indonesia.

Sebagai contoh korporatokrasi yang sedang berjalan adalah praktik yang dijalankan Freeport di Indonesia. PT. Freeport McMoran Indonesia di Papua merupakan salah satu perusahaan pelaku praktik korporasi. Kontrak Karya II antara Indonesia dengan Freeport akan berakhir sekitar tahun 2041, jadi masih sekitar 23 tahun lagi. Kontrak tersebut mungkin bisa disebut dengan kontrak yang telah terjebak oleh praktik korporatokrasi. Bayangkan, Freeport merupakan perusahaan emas tersohor di Amerika karena merupakan penyumbang emas no.2 kepada industri emas di Amerika Serikat setelah Newmont. Menurut catatan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak tahun 1991 hingga tahun 2002 PT. Freeport Indonesia memproduksi total 6,6 juta ton tembaga, 706 ton emas dan 1,3 juta ton perak, jadi selama 11 tahun tersebut setara nilainya dengan 8 Milyar US$. Sedangkan pada tahun 2004 setara dengan 1,5 Milyar US$, sementara yang masuk ke dalam kas Negara Indonesia mungkin hanya pajaknya saja.

Melalui bukunya, John Perkins telah membuka mata dunia mengenai praktik kejahatan korporatokrasi yang telah menggerogoti kekayaan alam dari negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat. Yang lebih kejam lagi, korporatokrasi telah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Perkins menyebutkan bahwa apabila suatu negara tidak mau menuruti rencana kotor yang diusulkan oleh Amerika Serikat, mereka tidak segan untuk membunuh pemimpin negara tersebut. Sebagai contoh adalah Jaime Roldos, Presiden dari Ekuador, dan Omar Torrijos, Presiden Panama. Walaupun CIA menyangkal telah membunuh kedua pemimpin negara tersebut, namun di dalam bukunya, Perkins meyakinkan bahwa CIA-lah dalang di balik tewas nya mereka. Menurut Perkins, mereka dibunuh karena mereka tidak mau menuruti kemauan Amerika Serikat.

Korporatokrasi harus menjadi perhatian bagi para pemimpin di Indonesia. Indonesia harus mulai untuk bangkit dan mencontoh negara-negara di Amerika Latin yang sudah mulai berani untuk menentang imperialisme Amerika Serikat. Para pemimpin negara di Amerika Latin seperti Hugo Chavez di Venezuela, Evo Morales di Bolivia dan Michelle Bachelet di Chili adalah sosok pemimpin yang tidak gentar dan sudah tidak lagi bersedia untuk ditakut-takuti oleh Amerika Serikat. Apabila masih ingin menciptakan Negara Indonesia seperti yang dicita-citakan, maka pemerintah harus memberi perhatian penuh terhadap tindak kejahatan ini. Lahirnya sebuah pemerintahan yang korup di Indonesia pada saat ini, tidak lepas dari praktik korporatokrasi. Kita bisa lihat sekarang ini, berapa banyak perusahaan-perusahaan asing atau multi nasional yang ada di Indonesia, mengeruk keuntungan dari kekayaan alam di Indonesia, dan mulai mengendalikan pemerintah Indonesia dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang diperlukan, demi kelangsungan hidup dari perusahaan-perusahaan asing tersebut. Pemerintah Indonesia seperti menjadi kuda yang kemudian dikendalikan oleh kusir-kusir, yang berbentuk Negara Amerika Serikat dan perusahaan-perusahaan asing. Setiap kebijakan yang diambil dan dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia harus murni untuk kepentingan seluruh rakyat dan elemen masyarakat Indonesia serta terlepas dari campur tangan pihak luar, agar tidak hanya menguntungkan kalangan ekonomi keatas saja, namun juga bisa memajukan hajat hidup rakyat miskin, yang sampai saat ini selalu dirugikan dan terabaikan.

(dari berbagai sumber)

No comments: